KULIAH LAPANGAN ARSITEKTUR
Perkembangan bidang rancang bangun di dunia yang
kreatif dan sangat cepat, maka di dunia pendidikan khususnya dalam bidang
arsitektur, landscape, dan urban design selalu meningkatkan dalam penguasaan
pengetahuan dengan melakukan kegiatan yang dapat menambah wawasan baik itu dari
segi perkembangan arsitektur dari masa lalu hingga sekarang terkait dengan
karya-karyanya, salah satu kegiatan tersebut adalah dengan melakukan kunjungan
secara langsung dan mengeksplorasi lingkungan perkotaan, arsitektur dan landscape
di luar Indonesia. Kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa dan mahasiswi jurusan
Arsitektur Universitas Gunadarma yang diadakan setahun sekali pada setiap
angkatan yang berbeda yang disebut dengan istilah Studi Ekskursi atau Kuliah
Lapangan Arsitektur (KLA).
Kegiatan KLA ini
sebagai salah satu cara pendidikan dan pengenalan secara langsung untuk
mahasiswa terkait dengan budaya, lingkungan perkotaan dan arsitektur secara
nyata dan menjadi pengalaman empiris. Dengan melakukan pengamatan di Tokyo
Jepang akan memperkaya pengetahuan perkotaan dan arsitektur bagi mahasiswa,
sehingga nantinya mampu di transformasikan ke dalam kajian penelitian ataupun
rancangan desain mahasiswa.
Arsitektur Jepang secara tradisional ditandai oleh
banyaknya penggunaan struktur kayu, bentuk bangunan panggung lengkap dengan
atap keramiknya, serta fusuma yang merupakan slidding door khas Jepang yang
memungkinkan konfigurasi internal ruang untuk disesuaikan dengan kesempatan
yang berbeda. Orang-orang disini biasanya duduk diatas bantal atau di lantai,
dan kebiasaan ini masih dilakukan hingga sekarang. Sejak abad ke 19,
arsitektur Jepang telah memasukkan unsur unsur arsitektur gaya Barat, modern,
dan post modern ke dalam desain dan konstruksinya, dan saat ini merupakan acuan
dalam desain arsitektur mutakhir dan berteknologi tinggi.
Objek pengamatan yang menjadi fokus studi ini adalah
pada arsitektur, landscape, dan lingkungan kota / urban design. Tema yang
diangkat adalah Unity of Old and New
Architecture. Tema ini mengangkat perjalanan sejarah arsitektur di Jepang
dan nilai budaya yang dipertahankan hingga perkembangannya sampai saat ini.
Tema ini dipilih karena pada skala arsitektur, landscape dan urban sangat
berkaitan erat, mengingat kondisi kota-kota besar di Indonesia terlihat belum
terhubungkan kuat antara ketiga hal di atas (arsitektur, landscape dan urban).
Namun, di negara ini akan mudah ditemukan ketiga hal ini.
Perjalanan KLA ini dimulai sejak tanggal 9 Maret
2019 dan berlangsung kurang lebih selama 6 hari dengan waktu perjalanan pulang
dan pergi, dan waktu tempuh perjalanan kurang lebih berdurasi selama 7 jam
dengan perbedaan waktu antara Jakarta dan Jepang yaitu 2 jam lebih cepat dari
waktu Indonesia Barat.
Pada hari pertama, destinasi awal yang dikunjungi adalah
Gunung Fuji. Suhu dan suasana di kawasan Gunung Fuji cenderung lebih dingin dibandingkan
di Tokyo. Dikarenakan pada saat itu keadaan Gunung Fuji tidak memungkinkan
untuk kami menanjak menuju puncak, maka kami melakukan kunjungan ke Fujiten yang di mana daerah tersebut merupakan destinasi wisata untuk bermain SKI. Tidak hanya
untuk bermain SKI, Fujiten juga menjual berbagai peralatan bermain SKI dan juga
Toko perbelanjaaan cendramata khas Jepang.
Lalu perjalanan dilanjutkan menuju hotel tempat di mana
rombongan kami akan menginap selama 4 malam yang berada di daerah Nishi-Kasai,
Tokyo yang ditempuh kurang lebih selama 3 jam perjalanan menggunakan bus. Dalam
perjalanan menuju ke hotel, kami melewati beberapa spot yang menarik, satu
diantaranya adalah jembatan gantung di bawah ini.
Rainbow Bridge
Pada kunjungan hari kedua, kami mengunjungi objek observasi
yang pertama yaitu 2121 Design Sight yang bertempat di Ropponggi, Minato,
Tokyo, Jepang. Bangunan ini merupakan bangunan museum sekaligus galeri yang
dirancang oleh arsitek Tadao Ando dan perancang busana Issey Miyake, sebuah
tempat yang menumbuhkan minat publik dalam desain dengan membangkitkan sudut
pandang dan perspektif yang berbeda tentang bagaimana kita dapat melihat dunia
dan benda – benda di sekitar kita.
Bangunan ini berada di tepi area taman dan memiliki ruang lantai 1.700 meter persegi, termasuk dua galeri dan sebuah kafe . Struktur beton split-level mencakup atap baja berpasir tangan (yang desainnya terinspirasi oleh konsep A-POC (“A Piece Of Cloth”) karya Issey Miyake dan panel kaca panjang 14 meter). Yang di mana bangunan ini menyerupai tangan yang mengadah ke atas seperti berdoa dan bila dilihat dari jauh bangunan ini menyerupai kerah pada baju.
Kemudian, kunjungan selanjutnya menuju ke objek observasi
lainnya yaitu Ueno Park. Dalam perjalanan menuju Ueno Park, kami berhenti
sebentar di depan bangunan Cocoon Tower untuk melakukan photo stop selama
beberapa menit dan kemudian dilanjutkan menuju Ueno Park.
Ueno Park memiliki cakupan taman yang cukup luas, di mana terdapat beberapa kuil di dalam satu taman. Terdapat bermacam – macam pohon Sakura yang kala itu belum sepenuhnya bermekaran dikarenakan masih dalam tahap peralihan musim.
Kemudian perjalanan dilanjutkan kembali dengan menggunakan
bus dengan destinasi selanjutnya yaitu Tokyo Tower untuk melakukan Photo stop dan
kemudian kembali menuju ke hotel untuk beristirahat malam. Dalam perjalanan
menuju kembali ke hotel, kami disuguhkan pemandangan keindahan kota Tokyo pada
malam hari dari atas jembatan gantung, yang mana laut terlihat seperti kembali memantulkan
cahaya yang dipancarkan oleh bangunan – bangunan yang ada di atasnya.
Tokyo Tower
Kegiatan hari ketiga diisi dengan perjalanan ke Asakusa yaitu
tepatnya menuju Sensoji Temple/ Asakusa Temple Building. Sepanjang jalan menuju
Sensoji Temple, terdapat toko – toko penjual cendramata dan juga makanan khas
Jepang yakni dikenal sebagai Nakamise Street, surga dimana untuk berbelanja
oleh – oleh maupun makanan yang tidak hanya lezat tetapi juga baik untuk dipandang. Terdapat lebih dari sepuluh kios – kios toko oleh –
oleh dan beragam makanan yang dapat menyenangkan hati dan penglihatan. Tidak
hanya untuk berjualan, Nakamise Street juga dapat menjadi spot foto yang
menarik dan sayang untuk dilewatkan, karena penataan dan kebersihannya yang
dijaga menjadikan jalan ini menjadi jalan yang menarik sekaligus penyedia
kenang – kenangan.
Nakamise Street
Di dalam area Sensoji Temple terdapat beberapa kuil lainnya,
dan terdapat pula pasar – pasar dengan penataan dan sajian yang unik juga
menggemaskan. Terdapat pula beberapa stand untuk meramalkan keberuntungan, ada
pula tempat untuk menjual jimat bagi yang merasa mendapatkan ramalan yang
kurang beruntung.
Sensoji Temple
Stand Ramalan
Keadaan pasar yang tertata rapih dan juga bersih, menjadikan area ini tidak hanya sebagai tempat untuk berbisnis dan berinteraksi tetapi juga menjadikan area ini sebagai tempat berswafoto yang menarik dan sayang untuk dilewatkan.
Salah satu jajanan yang diminati oleh pengunjung
Setelah dari Asakusa, kami melanjutkan perjalanan menuju
gereja St. Mary Cathedral, tetapi sebelum menuju ke gereja tersebut kami
melakukan sesi photo stop terlebih dahulu di dekat area Tokyo Skytree. Gereja
Katedral St. Mary atau gereja Katolik Sekiguchi, adalah Gereja Katolik Roma
modern di bangsal Bunkyo, Tokyo, yang dirancang oleh Kenzo Tange dan selesai
pada tahun 1964.
Gereja St. Mary Cathedral
Setelah dari Gereja St. Mary Cathedral, perjalanan kembali
dilanjutkan menuju ke Odaiba Waterfront (Gundam Statue - Diver City – Rainbow Bridge
– Fuji TV Station Photo stop), dimana tempat tersebut memiliki ikon patung
gundam besar di depan bangunannya, dan menjadi tempat pusat penjualan gundam. Kemudian,
pada belakang bangunan Diver City terdapat beberapa spot foto yang menarik
untuk dikunjungi, seperti patung Liberty, berfoto dengan background Rainbow
Bridge, dan juga adanya hamparan lautan di dekat jembatan.
Tibalah hari terakhir dari kegiatan KLA, hari di mana menjadi
hari bebas untuk para mahasiswa berpergian tanpa adanya objek observasi. Mahasiswa
bebas menentukan kemana mereka akan menuju, dan saya bersama beberapa teman
saya memilih untuk mengunjungi Shibuya dengan menggunakan transportasi kereta yang tidak seperti biasanya yakni menggunakan transportasi bus. Shibuya merupakan
kota keramaian yang penuh dengan hiruk pikuk kegiatan warganya sehari – hari,
mobilitas orang – orangnya yang cepat menjadikan lokasi ini memiliki daya tarik
tersendiri. Di sana terdapat pula patung Hachiko yang menjadi ikon dari
kesetiaan anjing peliharaan kepada pemiliknya.
Keadaan di Shibuya
Setelah dari Shibuya, kami melanjutkan perjalanan kami menuju
ke Akihabara dengan menggunakan kereta sebelum akhirnya kembali pulang ke
hotel. Akihabara merupakan tempat bagi para pecinta anime, dimana terdapat
berbagai macam merchandise dan aksesoris lainnya yang berhubungan dengan anime.
Tibalah hari kepulangan kami ke Indonesia pada tanggal 14
Maret 2019 dengan membawa berbagai macam oleh – oleh dan pengalaman yang kami
dapatkan. Semoga dengan adanya kegiatan KLA ini dapat memberikan pembelajaran
dan menambah wawasan kami para mahasiswa jurusan arsitektur agar dapat membangun
dan menata kota lebih baik dan sesuai dengan kebutuhan dan keindahan tata kota
yang baik dan benar.
Komentar
Posting Komentar