Facebook Bocor Data


Facebook mendapat sorotan setelah data tak kurang dari 87 juta pengguna, termasuk 1,1 juta pengguna di Indonesia, terakses oleh Cambridge Analytica.

Cambridge Analytica merupakan cabang perusahaan yang berinduk pada Strategic Communication Laboratories Group (SCL Group), kontraktor yang kerap menggarap proyek pemerintah maupun militer seperti penelitian keamanan hingga operasi pemberantasan narkoba. SCL Group berdiri 25 tahun silam, tepatnya 1993.

”Sahkan UU perlindungan Data Elektronik atau Keluarkan Perppu”, Jika payung hukum itu tak segera disahkan, menurut Agus, kasus serupa berpotensi terjadi di Indonesia dan mempengaruhi pemilihan presiden di 2019. 

"Ada kemungkinan dan potensi SCL juga akan bermain di Pilpres 2019. Saya tidak tahu apakah ada transaksi antara SCL dengan elit politik di sini, tapi kalau dilihat dari track record yang diberitakan SCL pernah menjadi konsultan Gus Dur, kemungkinan di 2019 mereka bermain juga itu ada," ujar Agus.

Pemerintah telah meminta Facebook melakukan audit forensik digital untuk mengetahui akun mana saja yang informasinya bocor dan digunakan tanpa izin pemilikinya. Ketentuan itu tertuang dalam pasal 28 (c) Peraturan Menteri Kominfo Nomor 20 Tahun 2016 tentang perlindungan data pribadi dalam sistem elektronik. 

“Di aturan kami, masyarakat yang datanya dipakai mempunyai hak untuk mendapatkan penjelasan dipakai untuk apa data itu. Dan Anda punya hak untuk meminta data itu dihapus dan data Anda diubah," ujar Staf ahli bidang hukum Kementerian Komunikasi dan Informatika Hendri Subiakto.


Hendri Subiakto mengatakan Facebook merekam situs apa saja yang dikunjungi pengguna, merekam durasi kunjungan itu, dan mencatat segala apa yang diklik penggunanya di internet. Ini pula yang berlaku saat seseorang menggunakan Google Maps, Twitter, Gojek, serta beragam aplikasi online lainnya. Data-data itulah yang menurut Hendri dijual untuk kepentingan politik maupun pemasaran. 


Kebocoran data jutaan pengguna Facebook di seluruh dunia seperti dalam skandal Cambridge Analytica, bermula dari kesepakatan yang disetujui perusahaan tersebut. Facebook mengizinkan aplikasi yang dikembangkan Global Science Research, milik peneliti Aleksander Kogan, mengumpulkan ribuan data pengguna dengan kedok riset akademis.

Namun aplikasi itu ternyata mengambil data jutaan pengguna berdasarkan pertemanan di Facebook. Data itulah yang lantas dijual secara ilegal pada Cambridge Analytica dan digunakan untuk menyebarkan isu, kabar palsu, dan hoax untuk mempengaruhi emosi dan pilihan politik warga pada Pemilu Presiden Amerika serikat. 

Cube You adalah firma analisis, serupa dengan Cambridge Analytica, yang menawarkan "kecepatan, kemudahan, dan akurasi wawasan konsumen" kepada para kustomernya yang merupakan para pengiklan. Sehingga ia mengumpulkan sebagian data penggunanya melalui kuis kepribadian yang diadakan di Facebook bernama "You Are What You Like". Kuis ini adalah kuis kepribadian, di mana penggunanya akan menjawab beberapa soal singkat tentang kepribadian. Nantinya, Cube You akan memanen data dari pengguna yang telah mengikuti tes tersebut, dan membangun profil psikometris mereka. Praktik mengumpulkan data pengguna yang "dijual" ke pengiklan dianggap hal yang wajar. Setidaknya, hal tersebut diyakini oleh Aleksndr Kogan. "Sejujurnya, kami pikir kami bertindak dengan sangat tepat. Kami pikir kami melakukan sesuatu yang benar-benar normal", jelas Kogan seperti KompasTekno rangkum dari The Guardian, Selasa (10/4/2018).

Pengamat Teknologi Informasi Teguh Prasetya mengamini data pribadi Facebook yang bocor tersebut dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan. Mulai dari kepentingan bisnis sampai politik.

Pasalnya, data tersebut memuat berbagai informasi pribadi yang dimiliki oleh sang empunya akun. Dari tanggal lahir, jenis kelamin, tempat tinggal, lokasi, kebiasaan, lingkaran pertemanan, riwayat perbincangan, kebutuhan sehari-hari, gaya hidup, tempat yang biasa dikunjungi, profil psikologis, hingga pandangan politik seseorang.

Data pribadi pengguna Facebook yang bocor juga berpotensi digunakan untuk kepentingan politik. Hal ini berkaca dari kebocoran data pengguna Facebook di Amerika Serikat. Data pribadi 50 juta pengguna Facebook yang bocor itu dimanfaatkan oleh Cambridge Analytica, sebuah perusahaan konsultan politik yang bermarkas di Inggris, untuk memetakan karakteristik pemilih pada pemilihan presiden AS 2016 yang memenangkan Donald Trump.

Cambridge Analytica kemudian mengolah data tersebut dan digunakan oleh kubu Trump untuk kampanye pemenangannya. Berdasarkan hasil olahan data tersebut, kubu Trump kemudian memetakan karakteristik dari para pemilih di AS untuk membuat kampanye-kampanye politik yang efektif guna menjaring suara mereka.

Teguh menyebut pemanfaatan kebocoran data pribadi Facebook untuk kepentingan politik seperti di AS itu juga berpotensi besar terjadi di Indonesia yang pada 2019 mendatang menyelenggarakan pesta demokrasi, Pileg dan Pilpres.

"Sangat besar, buktinya yang di Amerika sudah kejadian. Mereka bisa menggiring voter mereka, terutama untuk voter yang belum memiliki pilihan itu digiring karena mereka tahu kebiasaan dan kesukaannya," kata Teguh, saat dihubungi oleh CNNIndonesia.com
Solusinya adalah, pandai – pandailah memilah konten – konten yang ada di internet, sehingga tidak mudah untuk terjebak sesuatu yang ternyata tidak bermanfaat ataupun memiliki efek yang baik untuk kita tanpa kitra sadari.




SUMBER :

https://tekno.kompas.com/read/2018/04/10/15020057/facebook-kebobolan-lagi-data-50-juta-akun-diduga-bocor-
https://tekno.kompas.com/read/2018/04/15/16271687/1-juta-akun-facebook-di-indonesia-bocor-ini-link-untuk-mengeceknya
https://tirto.id/bocor-data-facebook-dan-kebiasaan-berbagi-informasi-pribadi-cHoL
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180419121109-32-291945/bocor-data-facebook-strategi-donald-trump-dan-pilpres-2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN PRANATA PEMBANGUNAN

ARSITEKTUR LINGKUNGAN

KULIAH LAPANGAN ARSITEKTUR